Bab
V
Perekomian
Dua Sektor
Dalam perekoniman modern
kegiatan produksi dan konsumsi dilakukan oleh orang-orang yang berbeda,
sehingga diperlukan kegiatan pertukaran (jual beli) yang menghubungkan sektor
perusahaan dan sektor rumah tangga. Hubungan ini ditunjukkan dalam suatu
arus perpuran mesin ekonomi.
Gambar
8.
Perputaran
Mesin Ekonomi Dua Sektor
Pendapatan (sewa,
upah, bunga,laba)
Faktor Produksi (A,TK,M,S)
Produsen Rumah
tangga
Barang
dan Jasa
Belanja masyarakat
Dari gambar di
atas dapat jelaskan, bahwa kegiatan ekonomi dilakukan dua sektor, yaitu sektor
rumah tangga sebapai pemilik faktor produksi dan sektor produsen sebagai
pemakai faktor produksi. Kegiatan produksi dilakukan oleh sektor produsen.
Hasil produksinya dijual kepada masyarakat/rumah tangga. Untuk melaksanakan produksi sektor produsen
memerlukan faktor-faktor produksi yang berasal dari sektor rumah tangga yang
berupa alam, tenaga kerja, modal dan kewirausahaan. Dari penggunaan faktor produksi ini sektor
perusahaan harus memberikan balas jasa kepada sektor rumah tangga yang berupa
sewa untuk tanah, upah untuk tenaga kerja, bunga untuk modal dan laba untuk kewirausahaan. Bagi sektor rumah tangga balas jasa yang
diterima ini akan dipergunakan untuk belanja barang dan jasa dari sektor
produsen.
Arus
perputaran ekonomi ini akan berlangsung terus dan tidak akan berhenti. Bila
salah satu berhenti maka akan terganggu yang lain dan akibatnya akan
menimbulkan banyak pengangguran dan ini merupakan pertanda buruk bagi suatu
perekonomian. Sebaliknya bila semakin
giat perpuratannya maka akan semakin banyak barang dan jasa yang akan dapat
dihasilkan dan makin banyak faktor produksi yang digunakan berarti semakin
besar Produk Domestik Bruto (PDB)
atau Produk Nasional Bruto yang dihasilkan.
Dari
sektor rumah tangga pendapatan yang diterima merupakan Pendapatan Nasional (Y), sebagaian dipergunakan untuk membeli
barang dan jasa (konsumsi=C) dan sisanya akan ditabung (saving=S).
Dari
sektor produsen, seluruh produk yang dihasilkan merupakan Produk Nasional
Bruto, yang terdiri dari barang konsumsi dan barang produksi atau barang
modal. Pengeluaran sektor rumah tangga
untuk belanja disebut pengeluaran konsumsi (C) dan pengeluaran sektor perusahaan
untuk memperoleh barang modal disebut
investasi (I). Keduanya merupakan
komponen yang menentukan tingkat produk Nasional Bruto atau Pendapatan
Nasional.
Pendapatan
nasional Bruto dari lapangan usaha dikelompokkan dalam beberapa sektor dan sub
sektor :
1.
Sektor pertanian, peternakan,
kehutanan dan perikanan
2.
sektor pertambangan dan penggalian
3.
sektor industri
4.
sektor listrik, gas, dan air minum
5.
sektor bangunan
6.
sektor perdagangan besar dan eceran
7.
sektor pengangkutan dan komunikasi
8.
sektor perbankan dan lembaga keuangan lainnya
9.
sektor sewa rumah
10.
sektor pemerintah
11.
sektor jasa-jasa
Dalam masyarakat modern,
produksi terpisah dari konsumsi, bahkan produksipun dipisah-pisah lagi ke dalam
bagian-bagian yang sangat kecil. Misalnya pakaian yang anda beli dari toko selain merupakan produksi toko
yang menjualnya juga merupakan hasil produksi dari perusahaan konveksi,
produksi tekstil, produski pabrik pemintalan kapas dan produski petani kapas.
Dalam produksi kapas ini terkandung pula produksi pupuk, produksi benih kapas
dan produksi obat-obatan pemebrantas hama, dan seterusnya bersambung dan tak
ada ujungnya. Dengan kata lain keluaran
(output) suatu perusahaaan menjadi masukan (input) bagi perusahaan lain. Keluaran petani kapas menjadi masukan pabrik
pemintalan kapas, keluaran pabrik pemintalan kapas yang berupa benang menjadi
masukan bagi pabrik tekstil. Dalam hasil penjualan toko pakaian jadi, sudah
termasuk harga masukannya berupa pakaian jadi
Bila
kita jumlahkan hasil penjualan produksi kapas, produksi benang, produksi
tekstil dan produksi pakaian jadi, sama artinya kita mengitung satu jenis
baranga berkali-kali, misalnya produksi
kapas yang sudah diperhitungkan dalam pertanian kapas, dihitung lagi dalam
perusahaan pemintalan benang, dalam perusahaan tekstil dan terakhir dalam toko
pakaian jadi. Inilah yang disebut dengan
perhitungan berganda. untuk
menghindari perhitungan berganda, maka biaya bahan harus dikurangkan dari harga
produk yang dihasilkan sesuatu perusahaan.
Sisa pengurangan ini dinamakan nilai tambah (value added)
yang merupakan sumbangan perusahaan dalam produksi nasional. Dalam perhitungan produk nasional nilai
tambah tidak dihitung satu per satu barang dan jasa melainkan per
kelompok. Misalkan pakaian jadi, tekstil
dan benang masuk dalam kelompok industri. Kapas masuk kelompok pertanian.
Contoh :
Nilai tambah tekstil untuk tahun 1997 (dalam
jutaan rupiah) :
Nilai produk bruto Rp 149.883.300,00
Dikurangai :
Bahan baku, penolong dan lain-lain Rp 97.312.000,00
Nilai tambah bruto Rp
52.571.300,00
Bila seluruh nilai tambah barang dan jasa dari
berbagai industri dijumlahkan maka
hasilnya menunjukkan besarnya Produk Domistek Bruto, yaitu nilai total
dari produk barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu negara selama satu
tahun.
Dalam
perhitungan nilai tambah dari segala jenis barang dan jasa yang dihasilkan
semua sektor digunakan alat pengukur yang sama, yaitu harganya atau dinilai
dengan uang. Tetapi karena harga-harga barang tidak selalu tetap, kadang naik
kadang turun, bahkan di Indonesia ada
kecenderung harga yang selalu naik disebut inflasi, sedangkan
harga-harga umumnya turun dinamakan deflasi. Untuk mengatasi berubah-ubahnya harga ini
Biro Pusat Statistik (BPS) di indonesia menghitung produk dengan dua cara :
1.
menurut harga yang konstan,
yaitu harga tahun 1973
2.
menurut harga yang berlaku,
harga yang berlaku adalah harga yang sama dengan tahun yang berjalan, misalnya
PDB tahun 1974, 1975, 1976 berturut turut dihitung dengan harga tahun 1974,
1975, 1976.
Mula-mual
PDB dicatata berdasarkan harga yang berlaku, untuk mendapatkan nilai PDB
menurut harga konstan, maka nilai PDB yang berlaku dideflasi (deflated) dengan
indeks harga.
Contoh :
Jika harga-harga tahun 1978 dijadikan sebagai
tahun dasar untuk menunjukkan pertumbuhan pendapatan nasional pada tahun-tahun
sesudahnya, maka indek harga pada tahun 1978 adalah seratus. Misalnya pada tahun 1978 PDB bernilai 200
milyar rupiah. Pada tahun 1979 PDB menurut
harga yang berlaku mencapai nilai 242 milyar rupiah, sedangkan indek harganya
telah menjadi seratus sepuluh rupiah.
Ini berarti tahun 1979 harga-harga mengalami kenaikan 10%. Untuk mengetahui besarnya PDB tahun 1979
menurut harga konstan tahun 1978 adalah sebagai berikut :
x Rp 242 milyar = Rp 220 milyar
jadi PDB yang dihitung menurut harga konstan tahun
1979 hanya naik 10%. Sedangkan kalau
dihitung menurut harga yang berlaku kenaikannya sebesar 21%
(yaitu : = 21%).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar