Minggu, 07 Oktober 2012

PIE - Mesin Perekonomian Dua Sektor





Bab V
Perekomian Dua Sektor

          Dalam perekoniman modern kegiatan produksi dan konsumsi dilakukan oleh orang-orang yang berbeda, sehingga diperlukan kegiatan pertukaran (jual beli) yang menghubungkan sektor perusahaan dan sektor rumah tangga.  Hubungan ini  ditunjukkan dalam suatu arus perpuran mesin ekonomi.

Gambar 8.
Perputaran Mesin Ekonomi Dua Sektor

                             Pendapatan (sewa, upah, bunga,laba)     
                                      Faktor Produksi (A,TK,M,S)
          Produsen                                                       Rumah tangga













 
                                        Barang dan Jasa
                                       Belanja masyarakat 

          Dari gambar di atas dapat jelaskan, bahwa kegiatan ekonomi dilakukan dua sektor, yaitu sektor rumah tangga sebapai pemilik faktor produksi dan sektor produsen sebagai pemakai faktor produksi.  Kegiatan  produksi dilakukan oleh sektor produsen. Hasil produksinya dijual kepada masyarakat/rumah tangga.  Untuk melaksanakan produksi sektor produsen memerlukan faktor-faktor produksi yang berasal dari sektor rumah tangga yang berupa alam, tenaga kerja, modal dan kewirausahaan.  Dari penggunaan faktor produksi ini sektor perusahaan harus memberikan balas jasa kepada sektor rumah tangga yang berupa sewa untuk tanah, upah untuk tenaga kerja, bunga untuk modal dan laba  untuk kewirausahaan.  Bagi sektor rumah tangga balas jasa yang diterima ini akan dipergunakan untuk belanja barang dan jasa dari sektor produsen.
          Arus perputaran ekonomi ini akan berlangsung terus dan tidak akan berhenti. Bila salah satu berhenti maka akan terganggu yang lain dan akibatnya akan menimbulkan banyak pengangguran dan ini merupakan pertanda buruk bagi suatu perekonomian.  Sebaliknya bila semakin giat perpuratannya maka akan semakin banyak barang dan jasa yang akan dapat dihasilkan dan makin banyak faktor produksi yang digunakan berarti semakin besar Produk Domestik Bruto (PDB) atau Produk Nasional Bruto yang dihasilkan.
          Dari sektor rumah tangga pendapatan yang diterima merupakan Pendapatan Nasional (Y), sebagaian dipergunakan untuk membeli barang dan jasa (konsumsi=C) dan sisanya akan ditabung (saving=S).
          Dari sektor produsen, seluruh produk yang dihasilkan merupakan Produk Nasional Bruto, yang terdiri dari barang konsumsi dan barang produksi atau barang modal.  Pengeluaran sektor rumah tangga untuk belanja disebut pengeluaran konsumsi (C) dan pengeluaran sektor perusahaan untuk memperoleh barang modal disebut investasi (I).  Keduanya merupakan komponen yang menentukan tingkat produk Nasional Bruto atau Pendapatan Nasional.
          Pendapatan nasional Bruto dari lapangan usaha dikelompokkan dalam beberapa sektor dan sub sektor :
1.      Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan
2.      sektor pertambangan dan penggalian
3.      sektor industri
4.      sektor listrik, gas, dan air minum
5.      sektor bangunan
6.      sektor perdagangan besar dan eceran
7.      sektor pengangkutan dan komunikasi
8.        sektor perbankan dan lembaga keuangan lainnya
9.        sektor sewa rumah
10.     sektor pemerintah
11.     sektor jasa-jasa

          Dalam masyarakat modern, produksi terpisah dari konsumsi, bahkan produksipun dipisah-pisah lagi ke dalam bagian-bagian yang sangat kecil.  Misalnya pakaian yang anda beli dari toko selain merupakan produksi toko yang menjualnya juga merupakan hasil produksi dari perusahaan konveksi, produksi tekstil, produski pabrik pemintalan kapas dan produski petani kapas. Dalam produksi kapas ini terkandung pula produksi pupuk, produksi benih kapas dan produksi obat-obatan pemebrantas hama, dan seterusnya bersambung dan tak ada ujungnya.  Dengan kata lain keluaran (output) suatu perusahaaan menjadi masukan (input) bagi perusahaan lain.  Keluaran petani kapas menjadi masukan pabrik pemintalan kapas, keluaran pabrik pemintalan kapas yang berupa benang menjadi masukan bagi pabrik tekstil. Dalam hasil penjualan toko pakaian jadi, sudah termasuk harga masukannya berupa pakaian jadi
          Bila kita jumlahkan hasil penjualan produksi kapas, produksi benang, produksi tekstil dan produksi pakaian jadi, sama artinya kita mengitung satu jenis baranga berkali-kali,  misalnya produksi kapas yang sudah diperhitungkan dalam pertanian kapas, dihitung lagi dalam perusahaan pemintalan benang, dalam perusahaan tekstil dan terakhir dalam toko pakaian jadi.  Inilah yang disebut dengan perhitungan berganda.  untuk menghindari perhitungan berganda, maka biaya bahan harus dikurangkan dari harga produk yang dihasilkan sesuatu perusahaan.  Sisa pengurangan ini dinamakan nilai tambah (value added) yang merupakan sumbangan perusahaan dalam produksi nasional.  Dalam perhitungan produk nasional nilai tambah tidak dihitung satu per satu barang dan jasa melainkan per kelompok.  Misalkan pakaian jadi, tekstil dan benang masuk dalam kelompok industri. Kapas masuk kelompok pertanian.



Contoh :
Nilai tambah tekstil untuk tahun 1997 (dalam jutaan rupiah) :
Nilai produk bruto                                  Rp      149.883.300,00
Dikurangai :
Bahan baku, penolong dan lain-lain           Rp        97.312.000,00 
Nilai tambah bruto                                 Rp        52.571.300,00

Bila seluruh nilai tambah barang dan jasa dari berbagai industri dijumlahkan maka  hasilnya menunjukkan besarnya Produk Domistek Bruto, yaitu nilai total dari produk barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu negara selama satu tahun.
          Dalam perhitungan nilai tambah dari segala jenis barang dan jasa yang dihasilkan semua sektor digunakan alat pengukur yang sama, yaitu harganya atau dinilai dengan uang. Tetapi karena harga-harga barang tidak selalu tetap, kadang naik kadang turun,  bahkan di Indonesia ada kecenderung harga yang selalu naik disebut inflasi, sedangkan harga-harga umumnya turun dinamakan deflasi.  Untuk mengatasi berubah-ubahnya harga ini Biro Pusat Statistik (BPS) di indonesia menghitung produk dengan dua cara :
1.      menurut harga yang konstan, yaitu harga tahun 1973
2.      menurut harga yang berlaku, harga yang berlaku adalah harga yang sama dengan tahun yang berjalan, misalnya PDB tahun 1974, 1975, 1976 berturut turut dihitung dengan harga tahun 1974, 1975, 1976.

          Mula-mual PDB dicatata berdasarkan harga yang berlaku, untuk mendapatkan nilai PDB menurut harga konstan, maka nilai PDB yang berlaku dideflasi (deflated) dengan indeks harga.

Contoh :
Jika harga-harga tahun 1978 dijadikan sebagai tahun dasar untuk menunjukkan pertumbuhan pendapatan nasional pada tahun-tahun sesudahnya, maka indek harga pada tahun 1978 adalah seratus.  Misalnya pada tahun 1978 PDB bernilai 200 milyar rupiah.  Pada tahun 1979 PDB menurut harga yang berlaku mencapai nilai 242 milyar rupiah, sedangkan indek harganya telah menjadi seratus sepuluh rupiah.  Ini berarti tahun 1979 harga-harga mengalami kenaikan 10%.  Untuk mengetahui besarnya PDB tahun 1979 menurut harga konstan tahun 1978 adalah sebagai berikut :

           x Rp   242 milyar = Rp 220 milyar

jadi PDB yang dihitung menurut harga konstan tahun 1979 hanya naik 10%.  Sedangkan kalau dihitung menurut harga yang berlaku kenaikannya sebesar 21%
(yaitu :   = 21%).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar